Sejarah Dibalik Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki
Jika kita berbicara tentang sejarah dibalik pengeboman Hiroshima dan Nagasaki berarti kita juga membicarakan tentang paruh akhir Perang Dunia II. Pengeboman yang memakan banyak korban jiwa tersebut sudah lama direncanakan bahkan sebelum menyerahnya Jerman pada tanggal 8 Mei 1945, meskipun awalnya tidak ada rencana penggunaan bom atom.Latar Belakang
Pada tahun 1945, perang Pasifik yang terjadi antara Jepang dan Sekutu telah memasuki tahun ke-4 dan menyebabkan sekitar 1.250.000 korban jiwa yang ada di Amerika Serikat saja termasuk anggota militer yang tewas dan terluka. Pada bulan Desember tahun 1944, Amerika mengalami kekalahan terbesar per bulan yaitu 88.000 jiwa yang disebabkan oleh penyerangan Ardennes oleh Jerman. Meski begitu, di Pasifik sendiri Sekutu berhasil kembali ke Filipina, menguasai ulang Burma, dan menyerang Borneo. Penyerangan agresif ini dilakukan untuk mengurangi tenaga militer milik Jepang yang ada di Bougainville, Nugini, dan yang ada di Filipina. Tentara Amerika akhirnya berhasil mendarat di Okinawa pada bulan April 1945 dimana pertempuran terus berlanjut hingga bulan Juni. Aksi pendaratan di Okinawa ini akan menjadi pintu pertama dibalik pengeboman Kota Hiroshima dan Kota Nagasaki.
Dengan terus bergeraknya tentara Sekutu menuju Jepang, kondisi perekonomian Jepang juga mulai runtuh. Armada-armada dagang milik Jepang yang pada tahun 1941 bisa menghasilkan 5.250.000 ton menurun hingga 1.560.000 pada Maret 1945 dan kembali turun menjadi 557.000 ton pada Agustus 1945. Runtuhnya perekonomian Jepang ini didorong dengan langkanya bahan mentah pada pertengahan 1944 yang bisa digunakan Jepang. Ekonomi rakyat yang memang sudah kacau pada masa perang mencapai titik terendah di pertengahan 1945 dimana panen beras pada tahun itu juga yang paling buruk. Pada bulan Februari 1945, Emperor Hirohito diberitahukan oleh Fumimaro Konoe bahwa kekalahan tidak lagi dapat dihindari.
Sebelum munculnya rencana yang nantinya menjadi awal dibalik pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, sudah disiapkan operasi yang diberi nama Downfall yang merupakan sebuah operasi untuk menginvasi Jepang. Operasi ini terbagi dua yaitu Olympic dan Coronet dimana Olympic direncanakan untuk dimulai pada Oktober 1945 dan Coronet pada Maret 1946. Yang patut disayangkan dari rencana Amerika ini adalah kondisi geografis Jepang yang membuat rencana ini jadi mudah terlihat dan Jepang juga membuat sebuah rencana pertahanan yang bernama operasi Ketsugou. Rencana ini meliputi pertahanan luar biasa dari Kyuushuu dengan sisa prajurit yang sedikit. Dengan memutar-balik jumlah tentara yang dapat digunakan, total tentara yang siap untuk melindungi kampung halaman mereka adalah sekitar 2.300.000 jiwa, belum ditambah 28.000.000 anggota militia wanita maupun pria. Rencana yang sudah dipersiapkan oleh Amerika ini gagal karena pada 15 Juni 1945, Komite Rencana Perang Gabungan memutuskan sebuah hitungan dimana operasi Olympic akan menghabiskan 130.000 dan 220.000 jiwa dan kemungkinan yang tewas adalah 25.000 dan 46.000 jiwa.
Rencana penyerangan Jepang melalui jalur udara sebenarnya telah disiapkan oleh pihak Amerika sebelum perang Pasifik dan ditandai dengan penangkapan basis-basis sekutu di daerah barat pasifik, dimana ini berarti tak ada penyerangan hingga pertengahan 1944 saat Boeing B-29 Superfortress yang memiliki jangkauan panjang telah siap untuk pertempuran. B-29 sendiri merupakan sebuah evolusi yang diciptakan dari operasi Matterhorn. Terlepas dari perencanaannya yang matang, operasi tersebut gagal karena beberapa masalah seperti logistik, kesulitan mekanis dari pengebom, dan jarak yang amat ekstrim untuk menuju kota-kota di Jepang.
Haywood S. Hansell yang saat itu menjabat sebagai brigadir Tentara Udara Amerika Serikat (USAAF) bertekad untuk membuat basis operasi B-29 di Guam, Tinian, dan Saipan di pulau Mariana yang saat itu sedang ada dalam genggaman Jepang. Pulau-pulau tadi akhirnya berhasil ditaklukan pada bulan Juni hingga Agustus di tahun 1944 sementara operasi-operasi B-29 dilakukan pada tahun 1944.
Babak baru dibalik pengeboman Hiroshima dan Nagasaki adalah proyek yang diberi nama Manhattan, sebuah proyek besar kolaborasi antara Amerika, Inggris, dan Kanada yang masing-masing mengerjakan Tube Alloy dan Chalk River Laboratories. Proyek yang dipimpin oleh Leslie R. Groves dari korps insyinyur Amerika Serikat membuat desain dan contoh bom atom pertama. Riset awal dilakukan pada tahun 1939 dengan ketakutan bahwa Jerman dengan proyek bom atomnya akan membuat senjata atom terlebih dahulu. Rencana penggunaan senjata atom ini terhadap Jerman pupus dengan menyerahnya mereka pada Mei 1945, sehingga target penyerangan berubah menjadi Jepang.
Ada dua tipe bom yang dibuat oleh peneliti di Los Alamos yang dipimpin oleh ahli fisika bernama J. Robert Oppenheimer. Bom bernama Little Boy yang akan dijatuhkan tepat di atas Hiroshima merupakan senjata yang menggunakan uranium-235, isotope langka dari uranium yang diekstrak melalui sebuah pabrik besar di Oak Ridge, Tennessee. Bom lainnya yang bernama Fat Man merupakan bom yang lebih kuat dan lebih rumit. Bom yang nantinya dijatuhkan di Nagasaki ini menggunakan plutonium-239, sebuah elemen buatan yang diciptakan di sebuah reaktor nuklir di Hanford Washington pada tamggal 16 Juli 1945.
Akhirnya barulah di tanggal 6 Agustus dilancarkan pengeboman terhadap Hiroshima dan Nagasaki. Skuad pengebom ke 393 yang dipimpin Tibbets menjatuhkan bom tersebut 800 kaki di atas permukaan tanah dengan jarak ledakan sekitar 1.6 km dan menewaskan 70.000 hingga 80.000 jiwa dengan 20.000 diantaranya merupakan tentara. Nagasaki mengalami nasib yang sama dua hari setelah itu, yaitu pada 9 Agustus 1945. Bom yang meledak pada ketinggian 1.650 kaki ini memiliki kecepatan 1.005 km/jam dengan suhu hingga 3.900 derajat Celcius. Pengeboman kedua kota besar ini mendorong pada menyerahnya Jepang dan menandai akhir dari Perang Dunia II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar