Sejarah Musik Campur Sari
Sejarah musik campur sari kira-kira telah dimulai 40 tahun yang lalu, dan sempat menghilang. Pada tahun 1990, musik yang secara estetika tidak memiliki kelebihan apapun selain enak di telinga ini kembali menjamur lagi. Tempat yang paling mudah untuk kita menemui musik-musik campur sari adalah di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan kota-kota yang ada di sekitaran Jawa Timur, tinggal tentukan daerah mana yang terdekat. Ketika kita tiba di daerah-daerah tersebut, tak perlu waktu lama hingga kita bisa menemukan tempat yang sedang memutar lagu-lagu campur sari, karena musik campur sari sendiri sudah bagaikan mendarah-daging dan ada dimana-mana mulai dari rumah makan hingga radio swasta
Sejarah Campur SariSejarah musik campur sari bermula dengan Manthous yang pada tahun 1980-an mencoba untuk menyelipkan keyboard menjadi bagian dari orkestrasi gamelan lewat kelompok musiknya yang pada waktu itu diberi nama “Maju Lancar”. Menilai bahwa eksperimennya dengan memasukkan keyboard menjadi unsur kunci, mulai banyak eksperimen-eksperiman untuk memasukkan unsur-unsur baru dalam gabungan dua hal tadi seperti misalnya keroncong, dan bahkan dangdut sendiri. Nama campur sari sendiri, sesuai namanya bermakna campuran dari berbagai macam jenis musik yang dikenal di Indonesia. Musik ini sendiri mayoritas dipenuhi dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga mereka bisa dengan lebih mudah berasimilasi dengan alat-alat musik barat dan sebaliknya. Meski begitu, fakta di lapangan adalah bahwa alat musik yang berasal dari barat ini malah mengikuti gaya musik yang disukai oleh masyarakat-masyarakat lokal, dibandingkan masyarakat lokal yang mengikuti gaya asli alat-alat musik tersebut.
Mus Mulyadi, seorang penyanyi keroncong yang lahir di Jawa Timur 69 tahun yang lalu dan terkenal dengan julukan Buaya Keroncong ini pernah berkata bahwa musik campur sari merupakan salah satu jenis musik yang amat dilirik oleh produser rekaman. Hal ini masuk akal, terutama dengan besarnya pasar yang tertarik akan jenis musik yang unik ini, baik di dalam maupun di luar negeri. Cak Mus sendiri amat tertarik untuk ikut terjun ke dunia campur sari yang menurutnya tidak jauh berbeda dengan genre musik lain, hanya saja pada campur sari, ia harus terlebih dahulu menguasai cengkok khas dan pakem-pakem yang ada. Tidak hanya cak Mus, ada juga penyanyi yang sempat menyelam ke dunia musik unik ini yaitu Evie Tamala dan Nur Afni Oktavia. Diakui pula bahwa campur sari juga menaikkan daya jual para pesinden yang tadinya hanya menjadi pengiring di pentas wayang, mulai terkenal ketika mereka menyusuri jalan campur sari.
Sejarah musik campur sari juga dinilai sebagai awal terjadinya dekonstruksi pada jenis-jenis musik yang lain. Hal ini disebabkan karena dari beberapa daerah, banyak bermunculan kelompok-kelompok baru, ditambah dengan para pengamen yang senang mendendangkan tembang campur sari. Dekonstruksi jenis musik terjadi ketika banyak terdengar lagu “Kemesraan” yang digubah oleh Iwan Fals atau bahkan lagu-lagu sekelas “Don’t Cry for Me, Argentina” milik Madonna seketika berubah memiliki hawa Jawa yang kental. Hal ini bertimpang dengan kondisi lagu-lagu Jawa klasik yang ketika dimainkan oleh grup-grup campur sari ini menjadi lebih modern, tak heran jika ada beberapa lagu Jawa klasik yang mendadak diiringi oleh dentingan keyboard maupun distorsi dari alat-alat musik modern seperti gitar listrik.
Awal mula musik campur sari dimulai adalah ketika Anto Soegiyono yang lebih dikenal dengan nama Manthous pergi ke Jakarta pada saat ia berumur 16 tahun. Saat itu, pilihan hidup yang ada baginya adalah mencari kepingan receh dari hasil menyanyi dari bis ke bis, atau yang biasa disebut ngamen. Pada tahun 1969, dia memutuskan untuk berhenti mengamen dan memilih untuk bergabung dalam orkes keroncong besutan Budiman BJ yang bernama Bintang Jakarta. Beberapa tahun setelahnya, tepatnya pada 1976, Manthous mulai membuat grup band funky rock miliknya sendiri bersama Bieb, anak dari Benyamin S, yang diberi nama Bieb Blues dimana band ini bisa bertahan hingga tahun 1980. Selain pengalaman-pengalaman tadi, Manthous juga pernah ikut ke dalam grup milik Benyamin S yang bernama Gambang Kromong dan menjadi pengiring di grup Kwartet Jaya.
Sejarah musik campur sari sendiri baru dimulai pada tahun 1993 ketika Manthous membuat gebrakan dengan menciptakan sebuah grup musik bernama Maju Lancar Gunung Kidul. Grup musik ini adalah tempat dimana ia pertama kali menunjukkan pada masyarakat Indonesia gaya khas musiknya yang ia sebut campur sari. Tak jarang dalam musik yang dibawakan, terasa sedikit nuansa rock, reggae, atau bahkan suara gamelan yang turut diiringi keyboard maupun bas. Lewat grup ini juga Manthous berhasil membuat beberapa volume rekaman di Surabaya. Saat dirilis, kaset yang memperkenalkan jenis musik yang amat sangat baru ini menjadi teramat terkenal dan penjualannya mampu menyentuh angka lebih dari 50.000 kaset per volumenya.
Meskipun Manthous memang yang membuat campur sari, konsep seperti ini sebenarnya sudah ada sejak lama, karena menurut seorang pengamat karawitan yang bernama I Wayan Sadra, cikal bakal sejarah musik campur sari telah dimulai oleh seorang dalang yang bernama Ki Nartosabdo dimana beliau memasukkan unsur-unsur keroncong pada orkestranya yang terdiri dari alat-alat musik gamelan. Ada juga kelompok musik yang cukup terkenal bernama Karno Kadean yang menggunakan instrumen gamelan tapi tidak untuk mengiringin gending-gending Jawa. Sadra juga menambahkan bahwa memang ide campur sari pada masa itu sudah lekat di benak masyarakat, dan hal itu juga yang membuat campur sari mudah diterima oleh telinga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar