Peristiwa Sumpah Pemuda ini, di harapkan dapat membangkitkan semangat dari para pemuda tanah air untuk berjuang dalam bidang apapun, seperti halnya yang telah di lakukan para pemuda tanah air Tempo dulu. Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II yang digelar di rumah Sie Kong Liang, 27-28 Oktober 1928, di Jalan Kramat Raya 106, sekitar 1 kilometer dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Waktu itu, ada sekitar 700 peserta yang hadir, tetapi kenyataannya sekarang hanya 82 peserta yang tercatat. Artinya, sebagian tokoh yang berkiprah dalam sejarah ini justru luput tercatat.
Pada hari pertama kongres, sudah muncul yel-yel ‘Merdeka!’ dari para peserta sehingga penjagaan oleh petugas keamanan Pemerintah Hindia Belanda pada hari kedua kongres makin diperketat. Bahkan, ketika kongres pada hari kedua ditutup, petugas keamanan menyita semua dokumen, kemungkinan ada di antaranya daftar hadir sekitar 700 peserta,” kata Bhakti Ari Budiansyah, anggota staf Bidang Edukasi dan Informasi Museum Sumpah Pemuda, di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (27/10/2015) pagi.
Bhakti menyodorkan Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda (2015). Tercatat 82 nama yang tersusun secara alfabetis sebagai peserta Kongres Pemuda II, yang kala itu disebut sebagai “Kerapatan (Congres) Pemoeda-Pemoeda Indonesia di Weltevreden (27-28 Oktober)”.
Weltevreden merujuk kewilayahan di Jakarta, bukan hanya di Jalan Kramat Raya 106. Sebab, dicantumkan di dalam “Makloemat” atau pengumuman pada waktu itu sebagai berikut: “Rapat pertama (27 Oktober 1928 malam Minggoe 07.30-11.30 digelar di Gedong Katholieke Jongenlingen-Bond, Waterlooplein)”. Daerah Waterlooplein sekarang dikenal sebagai Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
“Rapat kedoea pada 28 Oktober 1928 hari Minggoe 8-12 di Oost Java Bioscoop Koningsplein Noord. Rapat ketiga pada 28 Oktober 1928 malam Senen 05.30- 07.30 di gedong Indonesisch Clubgebouw Kramat 106. Jadi, barulah pada rapat ketiga itu Kongres pemuda II diselenggarakan di rumah yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Berdasarkan maklumat itu, ada lima agenda pada rapat ketiga, yaitu arak-arakan pandu, penyampaian hal terkait kepanduan oleh Ramelan, penyampaian Pergerakan Pemuda Indonesia dan Pemuda di Tanah Luaran oleh Soenario, mengambil keputusan, dan menutup kongres. “Kami hanya berharap ada informasi dari keluarga-keluarga yang memiliki riwayat leluhurnya pernah terlibat dalam Kongres Pemuda II,” kata Bhakti.
Pameran tokoh
Kongres Pemuda II di tahun 1928 merupakan tonggak sejarah sangat penting bagi bangsa kita. Jumlah peserta yang mencapai 700 orang dari berbagai suku bangsa menjadi kisah inspiratif. Dari kisah-kisah para peserta Kongres Pemuda II itu pernah disajikan ke dalam sebuah pameran tokoh. Kebetulan untuk peringatan 87 tahun Sumpah Pemuda pada 28 Oktober hingga 11 November 2015 nanti digelar pameran tokoh SM Amin di Aula Museum Sumpah Pemuda.
“Tokoh SM Amin memang belum banyak dikenal masyarakat. Melalui pameran tokoh kali ini, diharapkan masyarakat makin mengenal sosok SM Amin yang juga terlibat di dalam persiapan ikrar Sumpah Pemuda sebagai hasil Kongres Pemuda II,” kata Koordinator Bidang Edukasi dan Informasi Museum Sumpah Pemuda Endang Pristiwaningsih.
Sutan Muhammad Amin memiliki nama kecil sebagai Krueng Raba Nasution, lahir di Lhok Ngah, Aceh, pada 22 Februari 1904. SM Amin menjadi Komisaris Jong Sumatranen Bond, yang turut serta di dalam Kongres Pemuda II di Jakarta.
Menurut Bhakti, SM Amin juga dikenal sebagai pengacara yang banyak membantu para pejuang kemerdekaan ketika harus berurusan dengan lembaga hukum Pemerintah Hindia Belanda. SM Amin banyak bertugas sebagai pengacara di Kuta Radja, sekarang Banda Aceh. Pada tahun 1930, SM Amin dikenal sebagai penggagas Komisi Besar Indonesia Muda.
Memasuki era kemerdekaan, SM Amin ditunjuk sebagai Gubernur Muda Sumatera Utara, yang dilantik pada 14 April 1947 di gedung Wali Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Selain harus menghadapi ketidakpuasan warganya, dia juga masih menghadapi hegemoni moneter Belanda yang masih ingin menguasai perekonomian di Sumatera Utara. SM Amin sebagai gubernur satu-satunya yang mengizinkan penerbitan uang Republik Indonesia sebagai simbol perlawanan terhadap sistem moneter Belanda.
Uang terbitan Gubernur Muda Sumatera Utara SM Amin kemudian dikenal sebagai Uang Republik Indonesia Sumatera Utara atau Uripsu. Beberapa bulan setelah uang tersebut diedarkan, muncul peraturan baru oleh pemerintah darurat Republik Indonesia yang berujung SM Amin diberhentikan dari jabatannya tahun 1949. SM Amin lalu ke Jakarta. Pada tahun 1953, SM Amin dipercaya kembali menjadi Gubernur Sumatera Utara.
SM Amin menjadi satu di antara 700 peserta Kongres Pemuda II. Kini, ia mulai muncul ke permukaan. Berharap berikutnya disusul tokoh-tokoh lain.
sumber: http://peristiwa-id.com/tokoh-yang-tak-tercatat-dalam-sumpah-pemuda/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar